Alasan Kenapa Kita Harus Senang Ditanya Kapan Lulus dan Kapan Nikah Saat Kumpul Keluarga

Mutya Widyalestari
6 min readMay 1, 2022
Most people love to show up at teen parties. Some simply don’t. How about family gatherings? (Screenshot of Chris and Stewie from YouTube)

“Kapan lulus? Kapan kawin? Kapan punya adek? Kapan dijawab? Hoi!”

Yes, we heard those questions countless times. Kalo kata pakar, sebaiknya kata-kata seperti ini dicuekin aja atau dibales dengan keji, biar tahu rasa. Kalo kata saya, sebaiknya dibawa enjoy aja.

Ayolah, situ katanya anak pecinta alam yang sudah menaklukkan selusin gunung. Katanya gamer yang sudah menundukkan big boss dan punya banyak rare item, yang kalo karakternya dijual bisa dapet jutaan rupiah. Katanya netijen yang kalo udah komen bisa lebih tajam dari silet dan twitwar sudah jadi kudapan sehari-hari. This should be a challenge for you dude, not a nightmare.

Ketahuilah, pertanyaan menggemaskan tersebut hanya cara keluargamu untuk basa basi. Basa basi itu untuk apa toh? Untuk mengenal seseorang lebih dekat, karena sebelumnya nggak kenal dan nggak tau mau ngobrolin apa. Nggak lucu dong kalo paman yang kita lupa siapa namanya, tiba-tiba saja menghampiri kita saat kita sedang asyik menyendok ayam opor, kemudian berkata dengan lirih di telinga kita yang sensitif, “Saya tahu lho kamu terlibat pinjol.”

Jadi kita mesti gimana dong? Ya maklumi aja.

Memang sih nggak semua keluargamu bisa diajak ngobrol tentang metaverse, Rusia-Ukraina, climate change, Paytren, kenapa sampe sekarang kita masih pake internal-combustion engine, bahkan “Tanggapan Lesti”, karena tingkat edukasi, pengaruh lingkungan, media exposure, dan background-nya berbeda-beda.

Coba aja ngobrol dulu. Cari tau apa yang membuat mereka senang. Manusia adalah makhluk bermain (Homo ludens), begitu kata Johan Huizinga. Kedekatan ini suatu saat mungkin berguna. Kita nggak pernah tahu kalo kita butuh bantuan mereke kelak. Atau bisa saja, mereka memberi kita kesempatan yang tidak disangka-sangka.

Dan lagi, ini kan momennya sedang maaf-maafan ya, Bund. Mbok ya baru sungkem-sungkeman kok sudah menyakiti hati. Apa bedanya dong permintaan maaf itu sama basa basi kapan kawin dan kapan ini itu? Kan jadi cuman simbol aja tanpa konteks. Kecuali THR ya. Itu sudah jelas ada simbol (amplop) dan konteksnya (isinya bro, aka duit).

Coba di-empatiin aja dulu. Mari belajar supaya bisa ngomong sama siapa aja, di mana aja, dan kapan aja. Nggak perlu gelar sarjana komunikasi atau punya name tag reporter untuk bisa ngobrol sama orang.

Kamu yang introvert, jomblo, homeless (alias masih numpang sama orang tua atau tinggal di kos-kosan tapi kosannya full subsidi), yaa tipikal NEET (not in education, employment, or training) kali ya, itu juga bisa kok.

Awalnya susah, sampe sekarang pun saya dan semua orang juga masih belajar. Nggak jarang malah jadi keliatan oneng atau awkward. Tapi kan namanya juga proses. Nopody berfect.

And the best thing is… we have nothing to lose. We still have them as our family yang mau nggak mau terlanjur terkoneksi by blood dengan kita (nah kan rasain tuh).

Mungkin sebenernya mereka juga menderita kali ya. Nggak tahu mau mutusin “pick up line” yang kayak gimana dan akhirnya malah stuck with the very same questions for years. Tapi karena mereka ada beban moral sebagai anggota keluarga yang lebih tua, mereka jadi merasa berkewajiban untuk nyapa duluan.

Ya sih. Coba pikir. Pasti aneh rasanya jika bertanya, “Cuaca hari ini bagus, ya? Kapan kita jalan-jalan ke taman?” ke ponakan di usia 20-an yang sedang idealis-idealisnya dan insecure-insecure-nya. Ntar malah imajinasinya travelling lagi: “Ih kok serem yah. Ke taman? At this hour? Why now? Why me? Apakah gue akan diculik lalu di-harvest ginjalnya? Kalo nggak salah si paman ini emang pernah bilang dia kerja di bagian ekspor-impor sih. Dulu juga katanya sempat kuliah kedokteran tapi engga selesai.”

Oke sekip.

Yaa cobalah dimulai dengan follow medsosnya, simpen nomornya, cari tahu apa kerjaannya, passion-nya. Kapan lulus sama kapan kawin cuman pembuka aja. Ujian kecil itu. Jalan ninja, eh bukan, jalan pembuka maksudnya, untuk hal-hal lain yang lebih berwarna.

Yuk ah keluar dari zona nyaman. Tumbuh dan Tangguh. Seperti tema HUT RI ke-76. Dunia nggak selebar daun kelor.

Gambar asal comot dari Pinterest. Buat yang belum tahu, ini daun kelor. Imut-imut begini katanya dia superfood dan banyak manfaatnya lho.

Jangan kecil hati duluan kalo ditanya kapan ini kapan itu, kenapa ini kenapa begitu. Kalo cape, kita selalu bisa recharge.

Pamit dulu aja. Ijin solat, ijin tidur karena kecapean nyetir menembus arus mudik, ijin ke minimarket sebentar sambil sepik-sepik tanya ada yang mau nitip atau nggak — eh nggak taunya malah ke bioskop nonton Doctor Strange atau ke Sbux buat lanjutin baca buku.

Oh soal baca buku, saya tahu beberapa di antara kita suka agak syebel ketika lagi asik-asik baca di bawah pohon rindang di rumah kakek, atau di pojokan sofa yang empuk dengan semilir aircon bertiup, tiba-tiba ada tante-tante “mencari mangsa” yang SKSD bertanya dengan riuh, “Buku apa tuh? Pramoedya tuh siapa? Ohh Tante tau, yang bikin Siti Nurbaya bukan? Atau yang bikin Binatang Jalang? Oh iya kamu kan belajar Sejarah ya, itu salah satu temennya Soekarno?” — Yes it is deeply intriguing on so many levels and you don’t know where to start to respond her so you choose to close the book then accompany her instead with her trivial talks about her family.

Her family! And here we are with a game of humblebrag begins: “You know my son is an astronaut and he proposed to her girl on the moon last year. He is now blessed with a twin beautiful biracial boy and girl. Have you met them yet? Unfortunately, they cannot come because he just came back from a volunteer activity and needs to prepare for his new partnership with [insert fancy well-known company here].”

Oke, itu nggak realistis. Mungkin ini lebih relate: “Si Jajang anaknya udah ada dua. Cewek satu, cowok satu. Apa coba yang kurang. Seumur kamu dulu, Tante udah jadi janda dengan tiga anak perempuan. Kamu malah masih sibuk sendiri.”

My advice? Biarin aja.

Let them flow.

Buat introvert malah enak kan. Lu nggak perlu banyak ngomong. They will do that for us. Jawaban kapan lulus sama kapan kawin udah lewat. Malah kita jadi dapet info dan perspektif baru.

Emang sih rasanya tempting mau sok-sok-an savage dengan ngatain balik, “Kapan naek haji? Saya udah tuh kemaren pake duit sendiri.”

Atau ngajak berantem kayak, “Udalah ngapain sih ngurusin siapa yang mau jadi presiden. Kenal juga nggak. Nggak usah ngajak-ngajak buat badmouth orang lain. Ngajak-ngajak tuh bagi-bagi projek, bagi-bagi duit, bagi-bagi kebahagiaan.”

Atau sok-sok polos tapi tujuannya nyakitin balik dengan sarkasme seperti berikut ini, “Kenapa Tante bertanya seperti itu? Apakah Tante tidak belajar etika dan tata krama di sekolah? Sudah dua puluh tahun lho Tante, tetapi pertanyaan Tante tidak jua berubah. Apakah Tante tidak hadir saat pembagian otak dan hati? Tante bolos, ya?”

Mungkin ada kata-kata yang kelihatannya smart or badass di sana. Swag. Savage. Cool. Eakk… Tapi coba deh perhatiin. Vibe-nya sama loh kayak orang tanya kapan kawin dll. Jadi ya nggak jauh beda. Sama-sama merendahkan dan ngerasa diri sendiri tuh paling oke dan paling benar :(

Spinoza pernah bilang, kebencian itu semakin menjadi-jadi karena dibalas dengan kebencian, dan dia hanya dapat dihentikan oleh cinta. Romantis ya.

Kalau mau jujur, dunia nggak cuman urusan selangkangan, berapa banyak cuan yang bisa diperoleh, dan berapa banyak pencapaian yang bisa diumbar-umbar. Dunia itu tentang gimana kita memperlakukan diri sendiri, orang lain, makhluk hidup lain, juga lingkungan sekitar, supaya seengaknya bisa menjadi lebih baik dari yang sudah-sudah.

خير الناس أنفعهم للناس.

Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat buat orang lain. — Hadis Riwayat Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni.

Ya nggak?

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ

Jika kamu berbuat baik, itu kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka sama juga, kerugian perbuatan jahat itu untuk dirimu sendiri. — petikan dari Al Isra’ ayat 7.

وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَـٰحِهَا

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik — petikan dari Al A’raf ayat 56.

Yuk setuju yuk.

Jangan ngabisin waktu dan energi untuk hal-hal negatif. Rugi!

Di surat Al ‘Asr juga ada kan. Di surat langganan bocah-bocah yang baru belajar solat karena ayatnya pendek dan artinya mudah dipahami itu tertera, “Demi masa/waktu. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian.”

Jadi, sudah siapkah Anda b̶e̶r̶d̶u̶k̶a̶ bersuka untuk mendengar pertanyaan kapan lulus dan kapan-kapan lainnya?

— Mutya Widyalestari

--

--

Mutya Widyalestari

I write about people, technology, and business. All from the student’s perspective.